9+1 Cara Mengembangkan Kepercayaan Diri Anak


Beberapa tahun belakangan program-program televisi untuk anak-anak mulai banyak bermunculan. Mulai dari ajang pencarian bakat seperti menyanyi, menari atau dance, modeling, sampai memasak. Tayangan seperti sinetron juga banyak menghadirkan anak-anak untuk menampilkan kemampuannya dalam berakting. Film-film layar lebar Indonesia yang mengusung konsep dunia anak baik dari segi pendidikan maupun kehidupan sehari-hari juga sudah menjamur nggak seperti saat jaman saya kecil. Palingan film Petualangan Sherina aja yang jadi favorit anak era 90-an hehehe

Sebagian besar, anak-anak yang tampil di layar kaca tampak percaya diri. Menurut saya, anak yang berbakat belum tentu dapat tampil percaya diri. Selain memiliki bakat yang mengagumkan, anak perlu tampil percaya diri agar bakat yang dimilikinya dapat ditunjukkan dengan baik. Anak yang tidak percaya diri, bukan hanya dalam pertunjukkan bakat tapi juga dalam kehidupan sehari-hari, dapat menghambat perkembangan mentalnya.

Contoh kasus: G adalah anak yang pintar namun kurang percaya diri di sekolah. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru sebenarnya dapat ia jawab dengan benar, namun karena kurang percaya diri G tidak berani tunjuk tangan dan menjawab pertanyaan. G merasa rendah diri, takut salah, dan takut dikira sok pintar oleh teman-temannya, sehingga walaupun pintar G tidak terlalu menonjol di kelas.

Jadi anak yang dapat tampil percaya diri merupakan salah satu ciri anak yang luar biasa. Orang tua mana sih yang nggak bangga melihat anaknya terlihat percaya diri?

sheknows.com


Orang tua adalah kontributor utama dalam membangun kepercayaan diri pada anak. Banyak orang tua yang menginginkan anaknya dapat tampil percaya diri tapi tidak benar-benar mengetahui bahwa aksi-aksi sederhana yang orang tua berikan kepada anak dapat memengaruhi perkembangan kepercayaan diri anak.

Nah, di postingan kali ini saya akan share 9+1 Cara Mengembangkan Kepercayaan Diri Anak. Cara-cara berikut sangat mudah dilakukan oleh orang tua dan sebenarnya dapat dilakukan di manapun serta pada kesempatan apapun.

     1.       Memuji Di Saat Yang Tepat
Banyak orang tua yang salah mengartikan pujian yang ditujukan untuk mendorong perilaku anak. Memang benar, konsep pujian itu sendiri adalah salah satu bentuk penghargaan atau apresiasi kepada seseorang atas perbuatan hebat yang telah dilakukannya. Tapi, jangan sampai pujian yang diberikan oleh orang tua kepada anak begitu ‘murah’. Jika anak terlalu sering mendapatkan pujian, bahkan untuk hal-hal kecil dan biasa, maka pujian akan terdengar biasa dan tidak lagi menjadi apresiasi yang spesial. Akibatnya, bisa saja anak mengabaikan pujian yang orang tua berikan. Sebaiknya orang tua meminimalisir pemberian pujian pada aktivitas yang memang sudah sewajarnya atau seharusnya anak lakukan. Misalnya ketika anak sudah terbiasa menaruh pakaian kotor ke keranjang cucian, orang tua cukup bilang terima kasih. Lalu, kapan harus memuji? Dan bagaimana pujian yang baik? Orang tua dapat memberikan pujian saat anak melakukan hal yang mengindikasikan usaha dan atau sesuatu yang tidak semua orang mampu melakukannya. Pujian yang berupa specific feedback lebih baik dan lebih mendorong anak untuk berkembang daripada pujian seperti “Hebat!” atau “Anak pinter”, misalnya ketika anak menunjukkan gambar buatan tangannya, orang tua dapat memberikan feedback seperti “Pemilihan warna langitnya bagus deh, Ibu suka” daripada hanya sekedar “Wah, gambarmu bagus banget”.

     2.       Jangan Menghalalkan Segala Cara
Adalah hal yang wajar kalau orang tua khawatir anaknya akan mengalami kegagalan dan kekecewaan. Namun, jangan sampai hal ini malah membuat orang tua menghalalkan segala cara agar anak terlihat sukses dan berhasil memperoleh apa yang anak inginkan. Misalnya, orang tua yang memaksa guru agar anak bisa tampil dalam pementasan. Kids need to know it’s okay to fail, serta wajar sesekali merasa sedih, cemas, dan marah. Karena sebenarnya, konsep sukses itu sendiri adalah kemampuan anak melewati rintangan, bukan menghindari rintangan. Maka sebaiknya orang tua tidak menyalahkan pihak luar dan memaksa situasi agar anak dapat merasakan keberhasilan.

     3.       Kesempatan Untuk Mengambil Keputusan
Ketika anak diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan, anak akan menilai sesuatu dari sudut pandangnya. Anak akan merasa lebih percaya diri karena diberikan izin untuk memilih apa yang ia inginkan. Orang tua yang terlalu ketat dalam mengontrol membuat anak tidak terbiasa memilih dan diberikan pilihan. Sebaiknya, berikan 2-3 pilihan. Misalnya, jangan tanya mau bekal apa, tapi coba berikan pilihan “Mau bekal ayam goreng atau nasi goreng, nak?”. Pemberian pilihan ini dapat dilakukan bahkan untuk anak usia balita. Memberikan kesempatan anak untuk memilih dan memutuskan juga dapat melatih kemampuannya dalam menilai mana yang terbaik untuknya.

     4.       Optimis!
Anak yang merasa kecewa setelah mengalami kegagalan adalah suatu hal yang wajar. Orang tua dapat membantu anak agar lebih optimis memandang masa depan. Ajak anak untuk berpikir bagaimana cara yang efektif untuk berubah ke arah yang lebih baik atau improvisasi and bring her closer to her goals. Misalnya, ketika anak gagal pada audisi menyanyi, sebaiknya orang tua tidak mengucapkan “Kamu tetap juara di hati Ibu”, yang lebih baik diganti dengan “Yuk kita bikin rencana latihan nyanyi yang lebih efektif agar di audisi berikutnya kamu lebih siap.”

     5.       Dukung Minat dan Bakatnya
Mendukung minat dan bakat anak dapat dimulai dengan menstimulasi anak melalui berbagai macam aktivitas dan membebaskan anak untuk memilih bidang apa yang akan ia dalami. Setalah itu, orang tua juga dapat mendukung dengan memfasilitasi anak mengembangkan minat dan bakatnya, misalnya dengan mendaftarkan anak di kursus dan menyediakan kebutuhan anak. Selain itu, orang tua juga dapat mencari informasi mengenai lomba, audisi, atau kegiatan yang berbau kompetitif untuk melatih kepercayaan diri anak.

     6.       Problem Solving
Anak usia awal (usia masuk SD) masih berpikir secara konkrit, sehingga jika menghadapi masalah, anak dapat dibimbing bagaimana mengatasi masalah dengan cara sederhana tanpa bantuan orang lain. Hal ini dapat disebut sebagai negosiasi. Anak akan lebih percaya diri jika ia mampu bernegosiasi untuk mendapatkan apa yang ia inginkan atau menciptakan situasi yang ia harapkan. Misalnya, ketika mainannya direbut oleh anak lain, orang tua dapat mengajak anak untuk berpikir “Menurut kamu gimana ya caranya agar mainanmu dikembalikan?”, kemungkinan besar anak akan menjawab “Ya direbut lagi lah, Bu”. Setelah itu orang tua dapat bertanya “Kira-kira kalau kamu begitu, apa yang akan terjadi?”, kemungkinan besar anak akan menjawab “Aku sama dia bakal berantem”. Nah, orang tua dapat kembali menstimulasi anak untuk berpikir pemecahan masalahnya seperti “Jadi, gimana ya biar kamu bisa main tanpa kalian harus berantem?” mungkin agak sulit, terutama jika anak sudah nangis duluan setelah mainannya direbut, tetapi cara ini ditujukan bahwa ada lho masalah yang dapat ia atasi sendiri dan anak akan belajar bagaimana cara terbaik dalam menyelesaikan masalah. Mungkin jawaban terbaik yang dapat anak katakan mengenai masalah di atas adalah “Kita main sama-sama aja, yuk”.

     7.       Meminta Bantuan Anak
Beberapa orang tua mungkin ragu dengan kemampuan yang dimiliki anak sehingga jarang untuk meminta tolong kepada anak untuk membantu mengerjakan sesuatu. Padahal, dengan meminta tolong pada anak, anak akan merasa dipercaya dan memiliki kemampuan untuk membantu orang lain. Selain meminta bantuan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang sederhana, orang tua dapat meminta bantuan anak pada aktivitas yang berkaitan dengan hobi, misalnya bikin kue, membersihkan mobil, atau berkebun.

     8.       Spend More Times With Adults
Selain berinteraksi secara intens dengan orang tua, sebaiknya anak juga didorong untuk berinteraksi dengan orang dewasa lainnya. Orang dewasa yang dimaksud adalah yang memiliki hubungan dekat dengan anak, misalnya guru, kakek dan nenek, om dan tante, asisten rumah tangga, orang tua teman, atau tetangga. Interaksi tersebut bertujuan agar anak dapat mempelajari berbagai cara pandang atau different way of thinking orang-orang dewasa di sekitarnya. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang sering berinteraksi dengan orang dewasa yang memiliki kekerabatan dekat, lebih mudah bergaul dan diterima di lingkungan.

     9.       Membayangkan Masa Depan
Biasanya orang tua iseng bertanya kepada anak “Cita-citamu mau jadi apa?” dan tidak sedikit anak yang sudah mampu menjawab dengan mengatakan berbagai profesi umum. Lalu, jika orang tua mendengar jawaban anak, apa yang sebaiknya orang tua katakan? Orang tua dapat mengajak anak untuk membayangkan bagaimana sosok dirinya di masa depan nanti dan bagaimana cara anak meraihnya. Jangan pernah meremehkan cita-cita anak! Banyak orang tua yang menganggap cita-cita yang dilontarkan anak adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Misalnya, anak mengungkapkan bahwa ia ingin menjadi Astronot. Meremehkan cita-cita anak yang walaupun nantinya akan berubah-ubah, akan membuat anak berpikir “What’s wrong with my dream?” atau sampai berpikiran tidak mungkin mencapainya dan nantinya dapat membuat anak tidak percaya diri dalam mengungkapkan apa yang ia inginkan. Peran orang tua adalah mengarahkan dan mengingatkan anak akan tujuan yang ingin dicapainya. Orang tua juga dapat menceritakan tentang pengalaman orang tua ketika menempuh pendidikan dan memilih karir sehingga anak mendapat gambaran tentang suatu proses dalam pencapaian.


+1: Saying sorry when you’re wrong, saying thank you when you’ve been helped.
Orang tua yang mampu mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada anak, akan membentuk pribadi anak yang terbiasa dengan evaluasi diri yang positif. Orang tua yang mampu mengucapkan terima kasih, akan membuat anak merasa dihargai dan merasa telah memberikan sesuatu yang berarti untuk orang lain. Anak meniru hampir semua perilaku yang ia lihat dari orang tuanya dan menganggap perilaku orang tua adalah the best way to do. Maka, sudah seharusnya orang tua melakukan sesuatu yang patut menjadi contoh bagi anak.



Gimana parent? Susah-susah gampang ya? Sebenarnya, kunci sukses dalam mengembangkan kepercayan diri anak adalah dengan menjadi orang tua yang percaya diri pula. Orang tua yang khawatir berlebih terhadap kesuksesan anak tidak akan membuat anak merasa lebih baik, apalagi lebih percaya diri. Mudah-mudahan sekelumit artikel ini bisa membantu dan menginspirasi para beautiful parents. See you on my next post!

"The most beautiful sight in the world is little child going confidently down the road of life after you have shown him the way" - Confucius

Referensi:

http://www.parents.com/toddlers-preschoolers/development/fear/secrets-of-confident-kids/

Share this:

JOIN CONVERSATION

1 Feed Back: